Advokat Dipinggirkan? RUU KUHAP dan Ancaman Bisu bagi Pembela Keadilan

 Bayangkan kamu ditangkap, diinterogasi berjam-jam, tanpa didampingi pengacara. Satu-satunya orang yang seharusnya bisa membelamu, justru tidak diizinkan bicara bahkan dilarang hadir sejak awal.

Inilah kekhawatiran terbesar para advokat terhadap Rancangan Undang-Undang KUHAP terbaru.
Pertanyaannya: mau dibawa ke mana peran advokat dalam sistem peradilan pidana kita?

RUU KUHAP: Meningkatkan Proses Hukum atau Melemahkan Pembela?

Revisi KUHAP yang sedang dibahas pemerintah dan DPR menuai sorotan dari kalangan advokat. Salah satu poin krusial yang dipermasalahkan adalah pembatasan hak pendampingan hukum oleh advokat, terutama di tahap awal penyidikan.

Alih-alih memperkuat hak-hak tersangka, RUU ini justru dinilai mengurangi ruang gerak advokat, yang selama ini menjadi tameng pertama warga negara dari penyalahgunaan wewenang aparat.

Baca Juga : Revisi KUHAP: Akhir dari Peradilan Kolot, atau Awal Masalah Peradilan Baru?

Beberapa pasal yang disorot:

  1. Hak pendampingan hukum yang hanya diberikan setelah tahap tertentu
  2. Pembatasan waktu kehadiran advokat selama proses pemeriksaan
  3. Peran advokat dalam mengakses dokumen penyidikan yang dibatasi

Apa Kata Praktisi SDM?

Lesmana, Praktisi Head HR Legal & Advokat di sebuah perusahaan logistik Nasional, menyampaikan keresahan dari perspektif dunia kerja:

“Kami pernah menghadapi kasus di mana karyawan kami diproses hukum hanya karena konflik internal, dan proses penyidikannya sangat tertutup. Tanpa kehadiran pengacara dari awal, karyawan jadi sangat rentan.”

“Peran advokat bukan hanya untuk tersangka kasus besar. Dalam dunia kerja, mereka penting untuk memastikan tidak ada kriminalisasi atas konflik ketenagakerjaan.”

Mengapa Ini Bahaya?

Melemahkan peran advokat bisa berdampak besar pada:

  1. Hak asasi manusia yang terabaikan di awal proses hukum
  2. Potensi penyiksaan dan intimidasi terhadap tersangka
  3. Kehilangan keseimbangan kekuasaan antara aparat penegak hukum dan masyarakat
  4. Runtuhnya kepercayaan publik terhadap sistem peradilan

Yang Harus Dilakukan:

  1. Perkuat posisi advokat sebagai penyeimbang sistem hukum, bukan ancaman bagi penyidik.
  2. Libatkan organisasi advokat dalam pembahasan RUU, bukan hanya aparat penegak hukum.
  3. Pastikan transparansi dan partisipasi publik dalam finalisasi RUU KUHAP.

Jika advokat dibungkam, siapa lagi yang akan membela rakyat kecil di ruang interogasi?
RUU KUHAP seharusnya menjadi tonggak reformasi hukum—bukan instrumen pembungkam pembela keadilan.

Baca Juga : Penggunaan AI Pelacak Hukum: Masa Depan Pengawasan Regulasi atau Ancaman Privasi Baru

Bagikan tulisan ini jika kamu percaya bahwa keadilan tidak bisa dibangun tanpa pendamping hukum yang kuat.

Tulis pendapatmu: apakah peran advokat di Indonesia sedang dikerdilkan?

 


Post a Comment

Lebih baru Lebih lama