Bisakah Tanah Bantaran Sungai Jadi Hak Milik? Fakta yang Tak Banyak Diketahui Warga ? Ini Jawabannya

 Ketika Rumahmu di Bantaran Sungai: Milikmu atau Negara? Bayangkan kamu sudah tinggal di sebuah rumah kecil di pinggiran sungai selama lebih dari 20 tahun. Anak-anakmu tumbuh di sana. Tetangga-tetanggamu sudah seperti keluarga. Tapi suatu hari, ada surat penggusuran dari pemerintah. “Anda tinggal di tanah negara. Silakan angkat kaki.”

Kisah seperti ini bukan dongeng. Ini adalah kenyataan yang dialami ribuan warga di kota-kota besar seperti Jakarta, Bandung, Surabaya, hingga Medan. Banyak dari mereka bahkan membayar pajak, memperbaiki rumah, dan merasa sah sebagai pemilik tanah. Tapi benarkah tanah di bantaran sungai bisa menjadi hak milik?

Tanah Bantaran Sungai: Di Antara Harapan dan Ketidakpastian

Secara hukum, tanah di bantaran sungai umumnya masuk kategori tanah negara atau zona sempadan—area yang dilindungi karena fungsi ekologis dan sosialnya. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air menyebutkan bahwa sempadan sungai merupakan kawasan lindung, yang tidak boleh dimiliki atau dimanfaatkan sembarangan.

Namun, kondisi di lapangan sering kali jauh dari teori hukum. Menurut data Bappenas (2022), terdapat lebih dari 1 juta jiwa di Indonesia yang tinggal di sempadan sungai tanpa status kepemilikan yang jelas. Beberapa dari mereka sudah tinggal puluhan tahun dan bahkan memiliki dokumen pembayaran PBB (Pajak Bumi dan Bangunan).

 Bagaimana Status Hukumnya?

Menurut pengamat tata ruang dan pertanahan, Dr. Ari Prasetya, tanah bantaran sungai tidak bisa dijadikan hak milik, kecuali melalui mekanisme khusus seperti reklamasi legal yang telah disetujui pemerintah atau proses relokasi dan pensertifikatan kembali atas dasar kebijakan sosial.

Namun, masih banyak kekaburan. Banyak warga yang mendapat "surat jual beli di bawah tangan" atau dokumen yang tidak sah menurut Badan Pertanahan Nasional (BPN). Ini menciptakan ilusi kepemilikan yang tidak bisa dijadikan dasar hukum ketika konflik muncul.

 

Contoh Kasus: Kampung Pulo, Jakarta Timur

Pada tahun 2015, warga Kampung Pulo di Jakarta digusur meskipun mereka sudah tinggal di sana sejak 1980-an. Mereka menolak dengan alasan telah membayar pajak dan membangun sendiri rumah mereka. Namun, pemerintah tetap melakukan penggusuran demi proyek normalisasi sungai Ciliwung.

Sebagian warga akhirnya dipindahkan ke rumah susun. Tapi trauma, kehilangan ikatan sosial, dan ketidakpastian legal membuat banyak dari mereka merasa seperti orang asing di tempat baru. "Saya tidak tahu apakah saya punya hak atau tidak, tapi saya hanya ingin tempat tinggal yang layak dan aman," ujar salah satu warga, Nurhayati, dalam wawancara dengan media lokal.

 

Bisakah Diperjuangkan? Ya, Tapi Tidak Mudah

Ada beberapa jalan bagi warga bantaran sungai untuk mendapatkan legalitas:

  1. Revitalisasi kawasan melalui kerja sama dengan pemerintah, seperti program Kampung Deret.
  2. Permohonan status hak guna pakai melalui lembaga terkait, meski prosesnya panjang.
  3. Keterlibatan aktif dalam musyawarah rencana pembangunan (musrenbang) agar suara warga terdengar.

Namun, semuanya tergantung pada kebijakan pemerintah daerah dan kemauan politik untuk mengakui keberadaan warga yang selama ini "tak terlihat secara hukum".

 

Rumah Bukan Sekadar Bangunan, Tapi Identitas

Ketika seseorang tinggal di tanah selama puluhan tahun, membangun keluarga, komunitas, dan kenangan, itu bukan sekadar rumah. Itu adalah identitas. Namun, tanpa legalitas, rumah-rumah itu bisa hilang dalam semalam—digantikan oleh proyek besar atau dijual ke pihak lain tanpa peringatan.

Artikel ini bukan untuk membela pelanggaran tata ruang. Tapi kita perlu mendorong kebijakan yang lebih manusiawi dan realistis, yang mengakui sejarah dan perjuangan warga yang sudah lama hidup dalam ketidakpastian.

 

Apakah kamu atau orang di sekitarmu pernah mengalami situasi seperti ini? Bagikan kisahmu di kolom komentar. Jangan lupa share artikel ini agar lebih banyak orang paham pentingnya legalitas tempat tinggal. Ikuti blog ini untuk artikel lain seputar hak warga, hukum pertanahan, dan keadilan sosial!


Post a Comment

Lebih baru Lebih lama