Bayangkan ini: setiap malam kamu ingin tidur lebih awal setelah seharian bekerja, tapi suara knalpot motor dari bengkel tetangga atau musik keras dari kafe sebelah justru bikin kamu terjaga hingga larut malam. Anakmu jadi sulit belajar, orang tua di rumah susah beristirahat. Rumah yang seharusnya jadi tempat ternyaman berubah jadi sumber stres.
Kondisi ini bukan cuma milik satu dua orang. Di kota-kota
besar seperti Jakarta, Surabaya, Medan, dan Bandung, konflik antarwarga karena kebisingan
usaha tetangga makin sering terjadi. Dari warung kopi hingga usaha cuci
motor, semuanya berpotensi mengganggu kenyamanan lingkungan jika tidak diatur.
Lalu, apa yang bisa dilakukan warga biasa? Haruskah diam
saja atau bisa melawan secara hukum?
Kebisingan: Bukan Masalah Remeh
Menurut data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
(KLHK), kebisingan lingkungan merupakan salah satu bentuk pencemaran
non-fisik yang paling banyak diadukan masyarakat perkotaan. Sayangnya,
banyak yang menganggapnya sepele padahal gangguan suara bisa berdampak langsung
pada kesehatan mental dan fisik.
“Paparan suara di atas 55 desibel secara terus-menerus dapat memicu stres, gangguan tidur, bahkan hipertensi,” ujar dr. Reza Mahendra, spesialis THT dari RSUD Cipto Mangunkusumo.
Masalah ini bukan cuma soal kenyamanan, tapi juga hak
asasi untuk hidup di lingkungan yang sehat dan tenteram.
Langkah Hukum yang Bisa Ditempuh
Jika kamu terganggu oleh suara bising dari usaha tetangga,
jangan buru-buru emosi. Ada langkah yang bisa diambil secara etis, hukum,
dan efektif, yaitu:
1. Dialog dan Mediasi Langsung
a) Awali
dengan pendekatan baik-baik. Banyak pelaku usaha tidak sadar bahwa usahanya
mengganggu.
b) Jika
tidak berhasil, ajak ketua RT/RW untuk membantu menjadi penengah.
2. Lapor ke Kelurahan dan Kecamatan
a) Sampaikan
aduan tertulis kepada kelurahan disertai kronologi dan bukti (video/audio).
b) Pemerintah
setempat dapat mengundang pemilik usaha untuk mediasi dan memberikan teguran.
3. Lapor ke Dinas Lingkungan Hidup
a) Dinas
ini memiliki wewenang mengukur tingkat kebisingan dan memberi sanksi bila
melebihi ambang batas.
b) Berdasarkan
Permen LH No. 48 Tahun 1996, ambang batas kebisingan untuk kawasan
perumahan adalah 55 dB pada siang hari dan 45 dB pada malam hari.
4. Lapor ke Satpol PP atau Kepolisian
a) Jika
usaha tersebut melanggar izin operasional (buka melebihi jam, tanpa izin
lingkungan), maka bisa dilaporkan ke Satpol PP.
b) Jika
sudah merugikan secara nyata (misal sakit, gangguan psikis), bisa diproses
secara pidana atau perdata dengan dasar Pasal 1365 KUHPerdata (perbuatan
melawan hukum).
Contoh Kasus: Kemenangan Warga Cempaka Putih
Pada 2023, warga di Cempaka Putih, Jakarta Pusat, berhasil
menghentikan operasi sebuah tempat cuci mobil 24 jam yang menimbulkan suara
mesin dan kompresor sepanjang malam. Setelah aduan kolektif dan bantuan dari
LSM lingkungan, pemerintah daerah mencabut izin usaha tersebut karena
melanggar aturan kebisingan dan jam operasional.
Salah satu warga, Bu Lina , mengaku tidur lebih nyenyak
setelah itu. “Awalnya kami takut ribut, tapi ternyata bisa kok diselesaikan
lewat jalur resmi,” ujarnya.
Penutup: Suara yang Tidak Didengar Bisa Jadi Ledakan
Konflik
Dalam hidup bertetangga, toleransi itu penting. Tapi kenyamanan
dan hak untuk istirahat juga tak boleh dikorbankan. Suara bising bukan
sekadar gangguan kecil itu bisa merusak kualitas hidup jika dibiarkan. Maka
daripada memendam amarah, lebih baik melangkah secara bijak dan legal.
Jangan takut bersuara jika kamu merasa dirugikan. Kadang,
perubahan dimulai dari satu warga yang berani bertindak demi lingkungan yang
lebih manusiawi.
Pernah terganggu suara usaha tetangga? Bagaimana kamu
menghadapinya? Ceritakan di kolom komentar agar jadi inspirasi bagi orang lain!
Bagikan artikel ini ke grup keluarga atau RT agar lebih banyak warga sadar hak
dan solusinya.
Ikuti blog ini untuk panduan hidup bertetangga, hukum
lingkungan, dan solusi sosial yang bisa kamu terapkan langsung.
Posting Komentar