Rumah Warisan Digadaikan Diam-Diam: Ketika Harta Keluarga Jadi Sumber Pertengkaran

Bayangkan kamu baru pulang dari luar kota, lalu tetangga memberi kabar mengejutkan: rumah peninggalan orang tuamu sudah digadaikan ke bank. Padahal kamu belum pernah setuju, bahkan tak tahu menahu soal itu. Kakakmu yang tertua melakukannya sendiri, tanpa musyawarah, tanpa izin dari para ahli waris lainnya.

Lalu kamu bertanya-tanya dalam marah dan bingung: Apakah itu boleh? Apakah rumah warisan bisa digadaikan tanpa seizin semua ahli waris?

Kisah Nyata: Ketika Warisan Jadi Sumber Konflik

Kisah ini datang dari keluarga Hartono di Semarang. Setelah orang tua mereka wafat, rumah keluarga yang sudah puluhan tahun berdiri diwariskan kepada lima anak. Namun, tanpa diskusi, kakak sulung menggadaikan rumah tersebut ke bank dengan alasan "untuk biaya renovasi agar bisa disewakan dan hasilnya dibagi".

Masalah muncul ketika rumah itu gagal menghasilkan uang dan pihak bank mulai menagih. Para adik-adiknya merasa dikhianati, karena merasa tidak pernah diberi tahu apalagi memberi persetujuan. Kini mereka dihadapkan pada risiko rumah disita, dan hubungan saudara pun retak.

Analisis Hukum: Apa Aturan Resminya?

Menurut hukum perdata dan hukum waris Islam di Indonesia, aset warisan adalah milik bersama semua ahli waris. Sampai ada proses pembagian secara hukum (melalui musyawarah, akta waris, atau pengadilan), maka tidak ada satu pun ahli waris yang bisa bertindak atas nama pribadi terhadap harta bersama tersebut.

Gadai (atau jaminan kredit) tanpa persetujuan seluruh ahli waris adalah tindakan yang cacat hukum. Akibatnya bisa sangat serius, mulai dari gugatan perdata hingga pembatalan transaksi oleh pengadilan.

Menurut Pasal 833 KUHPerdata:

"Para ahli waris dengan sendirinya memperoleh hak milik atas semua barang, hak, dan piutang yang ditinggalkan oleh pewaris."

Namun, hak tersebut tidak bisa dilaksanakan secara pribadi tanpa persetujuan bersama.

 

Pandangan Ahli: Apa Kata Notaris dan Pengacara?

Menurut Notaris & PPAT Budi Wicaksono, SH, MKn, dalam wawancara dengan media hukum:

“Banyak konflik keluarga muncul karena ketidaktahuan hukum. Harta waris tidak bisa digadaikan, dijual, atau disewakan atas nama pribadi selama belum ada surat pembagian waris. Semua ahli waris harus terlibat.”

Beliau juga menambahkan bahwa jika tindakan gadai dilakukan secara sepihak, maka ahli waris lain bisa:

1)       Menggugat secara perdata ke pengadilan.

2)       Meminta pembatalan perjanjian dengan lembaga keuangan.

3)       Memproses secara hukum jika ada unsur penipuan atau pemalsuan dokumen.

Solusi dan Pencegahan: Jangan Sampai Terjadi Lagi

Langkah yang seharusnya dilakukan:

  1. Buat surat keterangan waris resmi. Melalui notaris, pengadilan, atau KUA (untuk Muslim).
  2. Adakan musyawarah keluarga. Tentukan apakah harta akan dibagi, dijual, disewakan, atau disimpan.
  3. Gunakan akta kesepakatan. Semua tindakan terhadap aset harus dituangkan dalam dokumen tertulis dan ditandatangani seluruh ahli waris.
  4. Libatkan penasihat hukum. Jangan ragu konsultasi agar tidak salah langkah.

Warisan seharusnya menjadi peninggalan kasih sayang dari orang tua — bukan sumber permusuhan antar saudara. Tapi tanpa pemahaman hukum dan komunikasi yang sehat, harta warisan bisa berubah menjadi bara konflik yang menghancurkan silaturahmi.

Jika kamu memiliki harta warisan bersama keluarga, jangan diam. Duduklah bersama, bicarakan dengan terbuka, dan pastikan semua langkah dilakukan secara legal.

 Bagikan tulisan ini kepada keluarga atau temanmu. Karena bisa jadi, mereka sedang berada di ambang konflik yang sama.

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama