Apa jadinya jika seorang pengacara tahu kliennya bersalah, tapi tetap membelanya demi kemenangan?
Apakah itu bentuk profesionalisme atau justru pengkhianatan terhadap nurani
hukum?
Di tengah sorotan publik dan tekanan menang perkara, moralitas hukum bagi
pengacara sering kali dipertaruhkan dan kadang, dikorbankan.
Moralitas Hukum: Lebih dari
Sekadar Aturan
Menjadi pengacara bukan hanya
soal memenangkan perkara atau “menangani klien dengan baik”. Profesi ini juga
membawa tanggung jawab moral terhadap keadilan.
Namun, di lapangan, idealisme sering kali berbenturan dengan:
- Tekanan klien
- Target firma hukum
- Politik hukum dan opini publik
- Ambisi pribadi
Moralitas hukum adalah kompas
yang harus dijaga, bukan hanya agar profesi dihormati, tetapi juga agar hukum
tetap menjadi alat keadilan, bukan sekadar alat transaksi.
Dilema Umum yang Dihadapi
Pengacara
- Membela klien yang tahu-tahu bersalah
- Diminta menyembunyikan bukti tertentu demi
strategi hukum
- Memanfaatkan celah hukum untuk membebaskan
penjahat ‘berduit’
- Ditekan untuk menggiring opini publik lewat
media, bukan fakta hukum
Semua ini menimbulkan pertanyaan
mendasar:
Sampai di mana pengacara boleh
“bermain” tanpa mengkhianati prinsip keadilan?
Pandangan Praktisi SDM:
Yudi Lesmana, Praktisi HRLegal
Manager & Advokat di perusahaan multinasional, berbagi pendapat:
“Kami sering berhadapan dengan pengacara eksternal dalam kasus ketenagakerjaan. Ada yang profesional dan menjunjung etika, tapi ada juga yang agresif bahkan sampai mengintimidasi pihak HR demi klien.”
“Bagi kami, pengacara yang tetap berpegang pada nilai kejujuran dan keadilan lebih kami percaya. Karena jangka panjang, reputasi lebih penting daripada menang dengan cara kotor.”
Solusi: Profesionalisme dengan Nurani
Moralitas hukum bukan berarti
pengacara tidak boleh membela klien “bermasalah”. Tapi:
- Tetap menjunjung etika profesi advokat
(lihat Kode Etik Advokat Indonesia)
- Transparan terhadap klien tanpa menjanjikan
hasil tak masuk akal
- Tidak membiarkan diri menjadi alat untuk
memanipulasi hukum
- Mengutamakan keadilan, bukan hanya kemenangan
Hukum adalah alat keadilan, dan
pengacara adalah tangan yang menggerakkannya.
Kalau tangan itu kotor, keadilan pun bisa berubah jadi bisnis.
Kemenangan yang menginjak moral bukan kemenangan sejati itu cuma pembenaran
yang dibungkus legalitas.
Bagikan artikel ini jika kamu
percaya bahwa profesi pengacara harus berdiri di antara kecerdasan dan hati
nurani.
Tulis pendapatmu di komentar: Haruskah
pengacara selalu membela, meski tahu kebenaran berkata lain?
Posting Komentar