Bayangkan seseorang ditangkap, ditahan berminggu-minggu tanpa akses ke pengacara, hanya karena "prosedur lama" yang tak lagi relevan dengan zaman.
Inilah realita sistem peradilan kita yang masih memakai Kitab Undang-Undang
Hukum Acara Pidana (KUHAP) warisan tahun 1981.
Sementara dunia berubah, digitalisasi melaju, dan kejahatan makin canggih aturan
mainnya masih pakai kaset pita.
Kini, wacana revisi KUHAP kembali naik ke permukaan.
Tapi, apakah ini jawaban atas tantangan zaman atau justru akan membuka celah
baru?
Mengapa Revisi KUHAP Itu Mendesak?
KUHAP saat ini sudah berusia lebih dari 40 tahun.
Dalam rentang waktu tersebut:
- Teknologi
telah merombak cara kejahatan dilakukan
- Hak
asasi manusia makin mendapat perhatian global
- Sistem
penegakan hukum dituntut lebih transparan dan akuntabel
Tapi aturan yang digunakan aparat penegak hukum kita? Masih banyak yang tidak sesuai dengan prinsip due process of law modern.
Apa yang Dibawa Revisi KUHAP?
Beberapa poin penting yang diusulkan dalam revisi:
- Pemeriksaan
berbasis digital dan bukti elektronik diakui lebih luas
- Batas
waktu penahanan diperketat untuk menghindari kriminalisasi
- Penguatan
hak-hak tersangka agar lebih selaras dengan prinsip HAM
- Peran
jaksa dan penyidik lebih seimbang, mencegah dominasi satu pihak
Ini semua terdengar bagus di atas kertas. Tapi, seperti
biasa, tantangannya ada di pelaksanaan.
Pandangan Praktisi SDM
Lesmana, seorang Head HR & Legal di perusahaan
multinasional, melihat ini dari sisi dunia kerja:
"Banyak karyawan pernah menghadapi masalah hukum yang prosesnya tidak manusiawi, bahkan untuk hal sepele seperti laporan palsu atau salah tuduh."
"Revisi KUHAP yang menjunjung hak tersangka sangat penting, terutama untuk melindungi pekerja dari kriminalisasi di tempat kerja. Tidak sedikit kasus PHK bermasalah yang berujung pidana, padahal seharusnya cukup diselesaikan secara keperdataan."
Baca Juga : Lagi ramai di halaman X : Polemik Cuti Bersama Banyak dan Produktivitas Pekerja Indonesia menurun ?
Revisi Bukan Sekadar Mengubah Pasal, Tapi Mengubah
Mindset
Tak cukup hanya mengganti teks dalam undang-undang. Sistem
hukum kita harus:
- Diperkuat
SDM-nya: hakim, jaksa, polisi yang paham hukum progresif
- Diperkuat
teknologinya: digitalisasi peradilan, e-court, dan akses publik
- Diperkuat
pengawasannya: agar KUHAP baru bukan jadi alat represi yang lebih rapi
Sistem peradilan bukan hanya soal penjahat dan hukuman. Ini
soal keadilan, perlindungan, dan kepastian hukum bagi semua warga
negara.
Jika kita ingin Indonesia yang lebih adil dan modern,
revisi KUHAP bukan pilihan itu keharusan.
Bagikan tulisan ini jika kamu percaya bahwa hukum harus berkembang mengikuti
zaman, bukan menjadi beban sejarah.
إرسال تعليق