Sengketa Warisan: Ketika Harta Membuat Darah Daging Saling Menyobek

Sebelum ayah mereka meninggal, keluarga Pak Budi tampak harmonis. Tiga saudara yang selalu kompak dalam suka dan duka. Tapi semua berubah saat surat warisan dibuka. Salah satu anak mengklaim rumah utama, yang lain merasa dikhianati, dan dalam sekejap, meja makan keluarga berubah jadi ruang sidang penuh amarah.

Kenapa warisan yang seharusnya jadi simbol cinta orang tua justru menjadi sumber permusuhan? Apakah harta lebih kuat daripada darah?

 Baca Juga : Revisi KUHAP: Akhir dari Peradilan Kolot, atau Awal Masalah Peradilan Baru?

1. Warisan: Hadiah atau Petaka?

Warisan sering dianggap sebagai bentuk kasih terakhir dari orang tua. Namun dalam kenyataan, warisan bisa menjadi api yang membakar hubungan keluarga. Banyak sengketa warisan berujung di pengadilan, bahkan sampai ke pengadilan agama atau negeri, tergantung jenis hukumnya.

Masalah biasanya bermula dari:

  1. Tidak adanya wasiat atau pembagian yang tidak jelas.
  2. Salah satu ahli waris menguasai aset secara sepihak.
  3. Perbedaan tafsir antara hukum waris Islam, adat, dan perdata.

2. Dampak Psikologis dan Sosial

Sengketa warisan tidak hanya memutus silaturahmi, tapi juga meninggalkan trauma. Banyak anak merasa tidak dihargai, dicurangi, atau bahkan dituduh serakah. Pertikaian ini sering kali diwariskan ke generasi berikutnya, menyebabkan retaknya hubungan antar-keponakan dan cucu-cucu.

3. Pandangan Praktisi Hukum

Menurut Yudha Santosa, SH., M.Kn, seorang notaris sekaligus konsultan hukum waris, konflik warisan bisa dicegah dengan perencanaan matang sejak awal.

“Sayangnya, banyak orang tua enggan membuat wasiat atau hibah karena dianggap tabu. Padahal, itu langkah terbaik untuk mencegah konflik.”
Ia juga menambahkan bahwa masyarakat harus memahami jenis waris apa yang berlaku dalam keluarganya.
“Hukum waris Islam punya aturan tersendiri, berbeda dengan KUH Perdata. Jangan asal mengklaim atau memecah warisan tanpa dasar hukum yang jelas, itu bisa digugat.”

4. Solusi Menghindari Sengketa Warisan

  1. Buat Wasiat Secara Tertulis dan Sah: Bisa dengan bantuan notaris atau pengacara.
  2. Libatkan Semua Anak dalam Diskusi: Jangan ada yang merasa dipinggirkan.
  3. Pahami Hukum yang Berlaku: Apakah keluarga menganut hukum waris Islam, adat, atau perdata.
  4. Prioritaskan Musyawarah: Mediasi sering kali lebih baik daripada gugatan.

Baca Juga : Advokat Dipinggirkan? RUU KUHAP dan Ancaman Bisu bagi Pembela Keadilan 
Warisan seharusnya menjadi warisan nilai, bukan hanya materi. Jangan biarkan warisan memecah ikatan darah yang telah dibangun seumur hidup. Jika kamu adalah orang tua, mulai pikirkan dan rencanakan dengan matang. Jika kamu adalah ahli waris, ingatlah bahwa harta bisa dicari, tapi keluarga tak bisa diganti.

Bagikan tulisan ini sebagai pengingat bahwa keharmonisan keluarga lebih berharga dari rumah, tanah, atau uang sekalipun.

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama