Pagi itu, Andi merasa hari berjalan seperti biasa. Ia pulang dari kantor, membawa makanan kesukaan istrinya, dan disambut dengan senyum. Tapi beberapa hari kemudian, ia menerima surat dari pengadilan agama: istrinya menggugat cerai. Tanpa peringatan. Tanpa pertengkaran. Tanpa tanda-tanda. Dunia Andi runtuh seketika.
Pertanyaannya: Bisakah istri menggugat cerai secara diam-diam? Dan yang
lebih penting, mengapa ini bisa terjadi?
Kisah Nyata: Rumah Tangga Tanpa Suara, Tapi Penuh Luka
Lina (nama samaran), seorang wanita usia 34 tahun, telah
menjalani pernikahan selama 9 tahun dengan suaminya, seorang pengusaha sukses.
Di mata orang, rumah tangga mereka harmonis. Tidak ada kekerasan, tidak ada
perselingkuhan, tidak ada drama. Tapi menurut Lina, yang tidak terlihat
justru yang paling menyakitkan.
“Saya merasa seperti hidup dengan teman kos. Tidak ada
perhatian, tidak ada komunikasi, tidak ada kehangatan. Saya sudah bicara
berkali-kali, tapi dia selalu menganggap saya terlalu sensitif. Saya capek
bicara sendirian.”
Setelah melalui banyak pertimbangan, Lina berkonsultasi
dengan kuasa hukum dan mengajukan gugatan cerai — tanpa memberi tahu suaminya
secara langsung. Dia ingin proses berjalan secara resmi melalui pengadilan.
Analisis Hukum: Apakah Bisa Menggugat Cerai Diam-Diam?
Menurut hukum di Indonesia, khususnya dalam Kompilasi
Hukum Islam (KHI) Pasal 132, istri berhak mengajukan gugatan cerai ke
Pengadilan Agama apabila merasa rumah tangganya tidak dapat dipertahankan.
Gugatan ini bisa diajukan tanpa persetujuan atau sepengetahuan suami pada
awalnya, karena panggilan resmi akan dikirimkan langsung oleh pengadilan
setelah gugatan terdaftar.
Artinya: ya, secara hukum istri bisa menggugat cerai
secara diam-diam. Proses hukum akan berjalan dengan pemanggilan resmi
kepada suami setelah berkas lengkap masuk pengadilan.
Pandangan Ahli: Mengapa Banyak Istri Memilih Diam?
Menurut Dr. Nurhayati Subakat, pakar psikologi
keluarga dari UGM:
“Banyak perempuan Indonesia tidak dibesarkan untuk
menyuarakan ketidakbahagiaan. Mereka lebih memilih diam daripada memicu
konflik. Tapi diam itu bukan berarti tidak terluka.”
Faktor seperti ketidakpedulian emosional, suami yang sibuk
dengan pekerjaan, hingga hubungan yang kehilangan makna membuat banyak istri
merasa sendiri dalam pernikahan. Dan ketika semua komunikasi tidak didengar,
gugatan cerai menjadi jalan terakhir — bahkan tanpa debat.
Mengapa Kasus Ini Meningkat?
Laporan dari Pengadilan Agama Jakarta tahun 2024 menunjukkan
bahwa 65% gugatan cerai diajukan oleh pihak istri, dan lebih dari
separuh dilakukan tanpa peringatan sebelumnya kepada suami.
Ini mengindikasikan bahwa banyak wanita yang tidak lagi
menunggu izin untuk keluar dari relasi yang dianggap “tidak lagi layak”.
Pernikahan bukan sekadar status, tapi soal kehadiran dan
keterhubungan. Ketika istri menggugat cerai tanpa suara, itu bukan karena dia
jahat — tapi karena suara hatinya sudah terlalu lama tidak didengar.
Untuk para suami:
jangan tunggu sampai surat cerai datang untuk mulai mendengarkan.
Untuk para istri: kamu punya hak
untuk bahagia dan menentukan hidupmu, tapi pastikan semua langkah diambil
dengan bijak dan legal.
Bagikan tulisan ini jika kamu percaya bahwa komunikasi dalam
rumah tangga adalah pondasi yang tidak boleh diabaikan.
Posting Komentar